Life is an art, isn't it?

Sejak tahun 2017 saya udah rutin nulis jurnal, ya walaupun belum bisa konsisten untuk nulis setiap hari. Bahkan sampai di penghujung 2018, saya masih belum bisa konsisten untuk nulis tiap hari. Buku jurnal yang tebalnya ga seberapa, ga habis-habis haha. 

Dipenghujung tahun 2018 ini, sama seperti dipenghujung tahun 2017, saya mendedikasikan satu hari untuk membaca ulang semua tulisan-tulisan yang sudah saya tulis selama 2018 dan mulai ketawa cekikikan sendiri, menangis, berkhayal, dan membayangkan kembali semua kejadian seperti memutar film dalam khayalan. Semua kembali terputar, tanpa ada tombol jeda untuk disentuh. 

Seperti sudah acap kali saya utarakan di blog ini, saya adalah seorang pengingat yang buruk. Dan jurnal sangat membantu saya untuk bisa mengingat hal-hal manis yang Allah izinkan terjadi di hidup saya.

Senang, sedih, bahagia, gembira, tangis, dan tawa semua ada dikumpulan kata-kata di dalam buku ini. Rasa bangga atas prestasi-prestasi kecil yang bisa diraih, menertawakan diri akan hal-hal memalukan yang dengan sadar saya lakukan, tentang rasa cinta dan sahabat yang melengkapi tahun ini, mencintai dan mengapresiasi diri sendiri dan belajar untuk tidak jadi tinggi hati, dan masih banyak kisah menarik lainnya yang rasanya sayang untuk dilupakan begitu saja.

Di tahun 2018 saya mendapati diri sebagai pribadi yang lebih kuat akan segala tantangan yang Allah beri, terutama tentang hati. Penghujung 2017 sampai awal 2018 menjadi masa-masa yang sulit untuk saya jika bicara hati. Haha. Iya, hati saya patah sepatah-patahnya dan hancur sehancur-hancurnya. Allah menunjukkan apa yang terbaik untuk saya dan tentu saja awalnya saya menolak untuk membenarkan itu. Tapi, rupanya Allah cemburu. Karena saat itu saya lebih fokus pada ciptaan-Nya. Kejadian-kejadian disaat itu membuat saya lebih dekat dengan Allah dan selalu menyerahkan segala sesuatu di hidup saya pada-Nya. Dan masa-masa ini pun terlewati dengan tangis dan menertawai diri sendiri karena bisa sebodoh itu. 

Memasuki pertengahan 2018, saya banyak menyibukkan diri dengan kegiatan diluar kampus. Bukannya ingin mangkir dari tanggung jawab, tapi keinginan untuk memberi teramat kuat saat itu. Ilmu yang saya punya memang belum seberapa. Diatas langit masih ada langit. Tapi saya sadar kemampuan tiap manusia berbeda dan karena itu, setiap individu diperlukan perannya di masyarakat. Alhamdulillah dengan niat baik ini saya bisa ke Vietnam di April 2018 dan ke Entikong di September 2018. Jika melihat angka-angka di buku tabungaan rasanya terlalu muluk-muluk kalau saya mau pergi kedua tempat ini, terlebih ini konteksnya menjadi "relawan" yang berarti tidak dibayar/digaji melainkan sirelawannya yang harus "memberi" entah dari segi materi ataupun ilmu. Tapi, sekali lagi saya merasakan bahwa Allah terlalu baik dengan memberi jalan yang saya tidak pernah duga-duga untuk bisa pergi ke dua tempat yang luar biasa berkesannya ini untuk saya. Bahkan, tabungan saya tidak tersentuh sedikit pun. Eh, nambah malah. Subhanallah memang kuasa Allah. Percayalah, ketika niat sudah tertanam, akan ada jalan yang tidak pernah kamu sangka-sangka.
Vietnam Friendship Village, Hanoi, Vietnam

Bandara International Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat

Dan dari perjalanan ke Vietnam dan Entikong, lalu kegiatan-kegiatan saya lainnya di 2018, alhamdulillah saya dikaruniai lingkungan baik yang sangat mendukung produktifitas. Bukannya mereka melakukan sesuatu terkhusus untuk saya, tidak. Mereka, dengan apa adanya, mereka memberi saya inspirasi dan motivasi untuk memanfaatkan hidup saya -yang entah sampai kapan ini-. Tanpa mereka sadari, mereka memberi banyak warna dan cerita di hidup saya. 

Peringatan hari lahir di tahun 2018 ini juga sangat special karena bisa saya peringati dengan cara yang berbeda. Saya memperingatinya di rumah baru bersama dengan keluarga baru di Entikong, lalu pergi ke perbatasan negara dan berada di dua negara sekaligus. Dan yang tidak pernah saya lupakan, jahilnya teman-teman divisi pendidikan yang nyemplungin saya ke kubangan pengan. Iya, jijik tapi saya seneng sih. Seneng karena mereka ingat. Haha.

2018 sangat special untuk saya. Bukan berarti tahun-tahun sebelumnya tidak istinewa. Tapi, di tahun ini saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan dewasa. Selain itu, saya bisa mengingat dengan mudah semua kejadian di 2018 karena jurnal dan bisa lebih bersyukur karenanya.

Tanpa kita sadari, hidup itu adalah mahakarya. Yang mau seperti apa rupa, warna, aroma, dan rasanya ya tergantung kita si pemeran utamanya. Semua tergantung kita, yang tentunya dengan izin dan ridho dari Yang Kuasa. Seperti lukisan, indah atau tidaknya hidup ini tergantung dari warna dan makna yang mau disampaikan, juga sudut pandang. Tak perlu rasanya membandingkan hidup kita dengan hidup orang diluar sana. Karena hidup ini unik, karena tidak ada yang sama persis. Dan tidak harus sama persis. Setiap hidup itu anugerah. Anugerah yang harus dijaga dan diisi dengan hal-hal baik, karena pertanggungjawabannya langsung kepada Sang Pencipta. 

Terimakasih 2018, untuk semua cerita luar biasanya.

Hai 2019! Mari kita ukir kisah-kisah manis dan tidak terlupakan lainnya.
Life is an art, isn't it?

Comments

  1. Maaf, apakah lulusan SMA itu bisa masuk teknik sipil ? Soalnya kn skrg bnyak SMK yg ada jurusan rekonstruksi bangunan yang mempelajari tentang ilmu teknik sipil. Sedangkan di SMA tidak

    ReplyDelete

Post a Comment