Senja Bercerita #1 | Bapak-Bapak Matahari

Pagi ini saya bangun lebih lama dari biasanya. Karena memang kelas mulai jam setengah 2 siang jadi saya bisa memanfaatkan waktu sedikit untuk beristirahat lebih. Maklum saja, dua minggu ini jadwal dan waktu saya penuh dengan "tugas kuliah". Rentetan daftar to do list saya pun isinya itu-itu saja, "Kerjain catatan Mekrek" atau "Jangan lupa print laporan IUT" atau "Bahas S.Beton halaman 153" dan lain sebagainya.

Rencananya hingga siang ini, saya akan menyelesaikan beberapa tugas. Tapi ya rencana hanya rencana. Tidak semua terealisasi. Banyak sekali hambatan yang datang. Salah satunya, "Bapak-Bapak Matahari"


Jadi begini, sekitar pukul sepuluh saya duduk di ruang tamu seperti biasa, dengan lepi dan buku berserakan dilantai yang enggan untuk dirapikan. Pintu pagar tertutup rapat dan dari dalam rumah, Hayun berseru "MBAK!". Saya kebingungan, memangnya kenapa? kok heboh kali?. Kemudian saya sadar ada seorang bapak-bapak sekitar umur 50-an yang nemplok di pagar rumah. Menjulurkan tangannya melalui sela-sela pagar yang memang jarang-jarang. 
"Ada apa Pak?" 
"Syukuri yang ada, Nak. Matahari sudah bersinar, bersyukur. Bantu Bapak, nak. Ini semua untuk Matahari....bla..bla...bla..." tak begitu jelas apa yang Ia katakan tapi yang pasti tujuan utama Bapak itu adalah meminta sumbangan dengan menjual nama matahari. 

Saya yang kebingungan karena tidak pernah dihadapkan dengan situasi begini, kemudian masuk kedalam dan kembali keluar dan memberikan si Bapak selembar uang. 
Lalu, dilannjutkannya "Terimakasih ya Nak, Matahari pun berterimakasih, ini semua untuk matahari, kita harus bersyukur, terimakasih ya Nak, saya bawa, permisi"

Setelah si Bapak berlalu, saya mengunci pintu dan terdiam. Apa maksudnya ini? Dia sehat, kenapa harus mengemis? Menjual nama matahari? Apa maksudnya ini? 

Yang saya sadari adalah AYO BERUBAH BILS!

Satu lagi kesalahan dalam diri saya yang harus dirubah adalah bersikap dengan orang baru. Bagaimana saya menyikapi seseorang yang tidak saya kenal. Bagaimana saya bisa bertindak menanggapi apa yang stranger itu lakukan pada saya. 

Saat si Bapak-Bapak Matahari datang dan mulai bicara, otak saya seperti berhenti berfikir. Otak saya mendadak lumpuh dan dalam hati cuman bisa berbisik, "Ma, Ada orang!! Kek mana ini?". Kamu sudah hampir 20 tahun dan saat ada hal sepele seperti ini masih berbisik mengadu ke orangtua? Masalah sepele gini aja ngadu, otaknya langsung buntu, gimana kalau masalahnya lebih gede? Katanya mau hidup mandiri di luar negeri, saya bahkan menyepelekan diri saya sendiri.

Yang mau saya sampaikan adalah ayo belajar menyelesaikan masalah sendiri. Mencari solusi untuk masalah yang ada. Mulai dari hal kecil, maka kelak akan terbiasa. Karna masalah akan menjadikan seseorang lebih dewasa. Umur memang bukan pematok kedewasaan seseorang. Tapi jika angka umur sudah puluhan tapi menyelesaikan masalah sendiri saja belum bisa, apa iya pantas? 

Hidup tidak  mungkin luput dari masalah. Konsumsi masalah mu bagi dirimu sendiri, cari solusinya. Jangan lari. Sekedar berbagi untuk merasakan ada yang mendukung tak apa, asal jangan malah menyusahkannya. Sebab, rasa tenang yang muncul setelah masalah yang ada terselesaikan dengan baik itu adalah awal dari kebahagiaan sejati. 


Ada cerita apa hari ini?

-syapna-

Comments