Senja Bercerita #2 | Kita Keluarga

Alhamdulillah, UAS semester ini sudah selesai dan berjalan dengan lancar. Semuanya senang. Teman-teman yang dari luar daerah sudah mulai ngitungin tanggal untuk memastikan hari pulang ke kampung halaman. Yang dari dalam kota sudah mulai membuat jadwal destinasi untuk menghabiskan waktu liburan yang tak seberapa lama ini. Semua Mahasiswa mulai harap-harap cemas dengan hasil ujian, nilai remedial dan (yang paling horor) kompensasi.

Sebelum tiga hal yang saya sebutkan diatas tiba masanya, kami (MRKG-3A) memutuskan untuk bersenang-senang terlebih dahulu. Menyegarkan pikiran yang diperas habis-habisan saat ujian, kami akhirnya setuju untuk membuat acara sederhana, bakar-bakar di rumah saya. Saya setuju acara ini diadakan di rumah karena memang keadaan rumah saya memungkinkan dan saya senang ada banyak orang yang berkumpul dirumah.

Acara mulai sekitar pukul 4 sore. Mereka semua datang bersamaan dan dimalam sebelumnya, saya meminta Anis untuk membantu saya menyiapkan semua-semuanya, Anis menginap dirumah saya.

Saya tidak akan menceritakan secara detail tentang acara kemarin malam, karena saya yakin kalian sudah tau benar seperti apa acaranya. Tidak berbeda dengan yang kalian lakukan tentunya. berkumpul, makan, games, nyanyi-nyanyi, bercanda, tidak ada yang berbeda.

Yang akan saya ceritakan adalah bagaimana saya merasa nyaman dengan mereka. Dengan banyaknya perbedaan yang ada. Tidak ada diskriminasi antara yang kaya dengan yang miskin, semua dapat bagian makanan yang sama. Tidak ada perbedaan antara yang si cantik dengan si buruk, yang kalah di games akan tetap di coret lengannya. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan, semua bernyanyi tanpa rasa segan dengan para tetangga. Semua bersorak-sorai tak peduli suara secempreng kaleng kosong.

Ada banyak cerita yang tertulis dengan tinta tawa dan air mata hingga akhirnya saya bisa sampai di titik ini. Titik dimana saya  menemukan rasa nyaman yang baru di lingkungan kampus. Jika kalian tanya, sebelumnya saya akan lebih nyaman dengan teman-teman SMA. Tidak saya temukan alasan lain untuk bisa berlama-lama di Kampus hanya demi berkumpul bersama teman sekelas. Saya akan memilih untuk mengerjakan tugas dirumah atau pergi berkumpul dengan teman SMA. Karena saya merasa mereka (teman kuliah) tidak bisa menerima saya apa adanya, saya merasa bahwa mereka bukan bagian penting dari hidup saya, saya merasa bahwa mereka terlalu individualis untuk bisa mengerti orang serumit saya. 



Tapi acara tadi malam mengajarkan saya bahwa semua kesalahan ada di saya. Apa salahnya mengerjakan tugas bersama? Bukannya lebih enak sampai di finish ramai-ramai dari pada sendiri dan yang lainnya menatap iri? Mengapa harus menuntut orang lain untuk mengerti apa yang saya rasakan ketika saya sendiri belum bisa mengerti apa yang orang lain rasakan. Kenapa mereka yang sudah mengajarkan rasa kebersamaan dan kerukunan dalam perbedaan pendapat tidak pantas berada dalam bagian terpenting hidup saya? Mereka sungguh baik, kalau dipikir-pikir.



Sebelum tidur, saya menyimpan beberapa foto yang Ruth kirim ke grup kelas, semua tawa dan kebahagiaan ter-capture indah disana. Selesai berdoa saya berterimakasih pada Allah, karena mengajarkan saya bahwa keluarga itu dibentuk, bukan ditemukan. 



Ada cerita apa hari ini?

Syapna





Comments